Abu Ayyub Kritik Kebijakan Pemindahan Ibu Kota Pada Masa Ali bin Abi Thalib - Islami[dot]co

Abu Ayyub Kritik Kebijakan Pemindahan Ibu Kota Pada Masa Ali bin Abi Thalib - Islami[dot]co

Salam, berjumpa kembali dengan mimin dinisi, di kesempatan akan menjelaskan tentang sejarah islam lengkap Abu Ayyub Kritik Kebijakan Pemindahan Ibu Kota Pada Masa Ali bin Abi Thalib - Islami[dot]co ayo simak selengkapnya ya...

Abu Ayyub al-Anshari dirundung gelisah. Pasalnya, dia telah mendengar desas-desus yang berkembang di tengah karet sahabat bahwa sedia rencana dari Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib, buat memindahkan ibu kota negara. Isu yang berkembang saat itu adalah Ali bin Abi Thalib hendak melakukan pemindahan ibu kota negara dari Madinah menuju Syam.

Gunjingan karet sahabat terkait isu tersebut semakin menjadi ketika (itu) Ali bin Abi Thalib berencana buat berkunjung ke Syam di rangka silaturahmi dengan temu kangen dengan beberapa sanak famili dengan handai tolan yang bermukim di sana.

Selain itu, rencana kunjungan Ali bin Abi Thalib ke Syam jua bermaksud ingin melakukan Sidak (inspeksi mendadak) akan faksi Muawiyah, khususnya terkait hal-hal yang cukup dilakukan Muawiyah bersama karet pendukungnya di Syam.

Hal ini karena Muawiyah dengan kelompoknya sangat keras mengkritik Ali bin Abi Thalib di kejadian penanganan kasus pembunuhan Utsman bin Affan. Bahkan sedia isu yang berhembus  bahwa Muawiyah dengan barisannya cukup merencanakan kudeta atas kepemimpinan Ali bin Abi Thalib.

Rencana silaturahim tersebut ternyata ditafsirkan berbeda akibat karet sahabat yang beralamat di Madinah. Rencana kunjungan Ali tersebut dianggap akibat sahabat sebagai belahan dari salah satu rangkaian usaha buat memindahkan ibu kota. Kisah ini diabadikan di salah satu buku dari serial buku Empat Khulafaur Rasyidin karya Muhammad as-Shalabi yang berjudul “Asmal Mathalib fi Siirati Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib.”

Para sahabat tak damai menanggapi isu terkait rencana Ali bin Abi Thalib ini, bahkan sebagian besar sahabat tak sepakat dengan rencana aneh Ali itu. Abu Ayyub al-Anshari yang asan tak asan karena terpengaruh kabar miring tersebut bergegas menemui Ali bin Abi Thalib di rumahnya.

Setelah diizinkan masuk dengan bertemu Amirul Mukminin, Abu Ayyub segera memberondong Ali bin Abi Thalib dengan pertanyaan.

“Wahai Amirul Mukminin, benarkah anta hendak memindahkan ibu kota?” tanya Abu Ayyub. Mendengar interogasi Abu Ayyub itu, Ali kemudian menuturkan bahwa di kota lain (Iraq) ada sumber kapabilitas anak Adam dengan potensi keuangan yang bertambah tinggi (Innar Rijal wal Amwal bil Iraq).

Muhammad as-Shalabi bahkan mencatat, rencana pemindahan ibu kota yang digagas Ali tersebut jua dipengaruhi akibat kualitas dengan situasi kota Madinah yang semakin tak kondusif akibat berbagai fitnah dengan munculnya berbagai faksi separatisme sehabis terjadinya skandal pembunuhan akan Amirul Mukminin sebelum Ali, Utsman bin Affan.

“Wahai Amirul Mukminin, bertahanlah, tetap jadikan kota Madinah ini sebagai ibu kota negara. Kota ini adalah baluarti dengan pertahanan yang kuat, kota ini punya sejarah besar: sebagai tujuan hijrah Rasulullah SAW. Di kota inilah mimbar Rasul SAW berdiri megah. Kota ini sudah menjadi belahan (pondasi) utama Islam. Jika anta bertahan di sini, asosiasi hendak setia membelamu dengan bersedia melawan kelompok-kelompok yang akan memusuhimu,” tutur Abu Ayyub.

Bukan memaksa, Abu Ayyub justru berserah atas sarannya tersebut, “Namun, jika anta masih bersikeras buat memindahkan ibu kota, kami hendak beserta berangkat bersamamu dengan memaklumi keputusanmu.”

Ali bin Abi Thalib juga cerna atas saran Abu Ayyub tersebut. Ali tak beres memindahkan ibu kota tadbir dari kota asalnya, Madinah. Ali masih memilih Madinah menjadi ibu kota tadbir yang sah. Berbagai pertimbangan buat pemindahan ibu kota yang telah digagasnya juga akhirnya dibatalkan.

Namun sayang, sehabis batalnya pemindahan ibu kota tersebut, situasi kota Madinah semakin tak bisa dikendalikan. Ali juga akhirnya menetapkan buat memindahkan ibu kota di asing Madinah. Ia memilih Kufah sebagai ibu kota baru dengan alasan bahwa di kian dia bisa mengawasi bertambah dekat pergerakan faksi Muawiyah.

Di sisi lain, saat melakukan persiapan buat berangkat ke Kufah, Ali mendapatkan kabar bahwa pasukan Aisyah, Thalhah bin Ubaidillah, dengan Zubair bin Awam telah sampai di kota Bashrah buat mencari pembunuh Utsman. Awalnya faksi Aisyah berangkat ke Bashrah adalah buat melakukan audiensi dengan gubernur Bashrah saat itu, yaitu Ustman bin Hunaif.

Sayangnya, rencana audiensi itu berubah menjadi konfrontasi ketika (itu) muncul provokasi dari seorang bernama Jalabah. Peperangan tersebut melahirkan Utsman bin Hunaif, si gubernur terbunuh. Ali juga berangkat ke Bashrah dengan memanggul sekitar 10.000 pasukan, dengan perang Jamal antara faksi Ali dengan Aisyah juga tak bisa dibendung.

Setidaknya sedia tiga alasan Ali bin Abi Thalib memindahkan ibu kota tadbir dari Madinah ke Kufah berdasarkan catatan Muhammad as-Shalabi di bukunya “Asmal Mathalib fi Siirati Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib”:

Pertama, merebaknya fitnah dengan kabar bohong di pelosok kota Madinah sehabis terbunuhnya Utsman bin Affan. Ali bin Abi Thalib menjadikan pemindahan ibu kota sebagai solusi agar tadbir tetap aman dengan kondusif, serta terbebas dari segala fitnah dengan kegaduhan (chaos) yang tengah berkembang di Madinah, kendatipun ala akhirnya justru Ali bin Abi Thalib yang terbunuh atas pemberontakan Ibnu Muljam sehabis tinggal di Kufah.

Kedua, kota Madinah tak lagi memiliki unsur penting begitu juga kota-kota besar lain yang masuk di tadbir Islam ala saat itu. Dalam kejadian ini tak jelas disebutkan unsur penting apa yang dimaksud, mungkin unsur penting yang dimaksud di kejadian ini adalah berupa situasi yang kondusif, potensi pemasukan dana negara, dengan sumber kapabilitas manusia, kejadian ini begitu juga disebutkan Ali di percakapan di atas.

Ketiga, kota Kufah menjadi ibu kota pelanjut merupakan salah satu siasat politik Ali bin Abi Thalib buat mengamankan dengan mengawasi (calon) antagonis politiknya, Muawiyah dengan kelompoknya.

Di asing tiga kejadian itu, pemindahan ibu kota adalah kejadian wajar jika tentu benar-benar diperlukan. Tidak hanya negara ala masa tadbir Ali saja, khalifah Bani Umayyah dengan Abbasiyah jua tercatat pernah melakukan pemindahan ibu kota, begitu jua beberapa negara futuristik saat ini. Mengkritik boleh, begitu juga kritikan Abu Ayyub kepada Ali, tapi tentu secara profesional dengan proporsional begitu juga yang telah dicontohkan jua akibat sikap Abu Ayyub tersebut.

Wallahu a’lam.

Sekian pembahasan perihal Abu Ayyub Kritik Kebijakan Pemindahan Ibu Kota Pada Masa Ali bin Abi Thalib - Islami[dot]co semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua. Bila ada kata yang keliru, mohon di koreksi lewat komentar dibawah ini. salam

Sumber Artikel ini : https://islami.co/abu-ayyub-kritik-kebijakan-pemindahan-ibu-kota-pada-masa-ali-bin-abi-thalib/

Posting Komentar untuk "Abu Ayyub Kritik Kebijakan Pemindahan Ibu Kota Pada Masa Ali bin Abi Thalib - Islami[dot]co"